OLEH: FICKY PRASETYO WIBOWO
Guru Seni Musik Sekolah Alam Nurul Furqon (Planet NUFO) Rembang

Mengubah cara berpikir tidak cukup dalam sekali pertemuan, apalagi hanya dalam semalam. Sebagaimana saya harus meyakinkan dirimu, bahwa saya adalah lelaki yang pantas mendampingimu di masa sekarang dan di masa-masa mendatang.

Kau begitu rasional dan penuh perhitungan. Apapun yang belum bisa dicapai oleh nalar engkau enggan mempercayainya. Dan saya telah berhasil menjelaskan cintaku kepadamu secara rasional dan penuh pengharapan, hingga kau mau hidup bersamaku dalam segala keadaan.


Angin berembus lembut. Membelai kerudung cokelatnya yang membungkus mahkota hitamnya. Lembayung senja menyorot indah rumah bambu berbentuk prisma yang sudah mulai tua. İa keluar dari dalamnya dengan senyum yang mengembang penuh bahagia. Dan disusul beberapa anak yang sedari tadi bertahan belajar bersamanya mengeja kata demi kata dalam al Qur’an, bacaan sempurna di segala zaman. Betapa sore ini begitu indah, setelah melihat senyumnya kembali merekah.

Beberapa hari yang lalu, hujan badai datang menerjang Sekolah Alam tempat kami mengajar. Sialnya, badai itu tak hanya menerjang bangunan dan sawah di sekitar rumah. Tetapi juga masuk ke dalam rumah tangga yang belum lama kami bangun dengan susah payah. Di luar, angin dan air masuk dari sela-sela jendela, di dalam, pertanyaan dan persoalan masuk dari lubang telinga.

Orang-orang di sekitar menyangsikan kehidupan kami yang memprioritaskan mengajar tanpa ada bayaran, tanpa ada uang. Kami sempat sama-sama ragu, istri mulai berwajah sendu. Terutama orang tua yang sering melempar pertanyaan menderu-deru. Memang uang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya butuh uang.

Pikiran kami pun kalut, seakan permasalahan hidup ini seperti benang kusut. Tetapi kami tidak tinggal diam, tetap mencari jalan keluar, agar persoalan dapat segera kelar.

Dan kunci dari permasalahan ini adalah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan rasional dan penuh keyakinan serta usaha konkrit yang menghasilkan. Kami mulai tenang, merumuskan perencanaan-perencanaan dengan matang. Mulai menentukan langkah-langkah kecil, dan memutuskan untuk tetap “bertahan”.


Di dalam cara hidup yang sulit, menurut cara pandang orang kebanyakan, kami mendapat beribu-ribu kenikmatan. Kami memutuskan untuk tetap tinggal dan bertahan. Setidaknya ada empat yang perlu kami uraikan.

Pertama, kehormatan. Meskipun kami tidak pernah mendapat uang dari mengajar (dan itu memang yang diajarkan Rasulullah Muhammad), kami mendapatkan kehormatan. Betapa kami semakin mengahayati, bahwa mengajar itu adalah panggilan, bukan sekadar kewajiban. Kalau hanya dianggap kewajiban saja, mungkin masih ada rasa berat dalam menjalaninya. Juga target mengajar menjadi hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Murid bisa atau tidak, tidak lagi menjadi urusan. Tetapi kalau mengajar sudah dijadikan sebagai panggilan, murid-murid harus bisa dan paham, serta mampu mengaplikasikan ilmu yang sudah mereka dapatkan. Begitupun yang dilakukan nabi Muhammad, mengajar tanpa adanya bayaran. Dan begitulah perintah al-Quran. Qs. Yaasin ayat 21. Dan menjadi pengajar adalah satu kehormatan besar yang kami dapatkan.

Kedua, lingkungan. Tanpa disadari, lingkungan menjadi salah satu aspek terpenting dalam kehidupan. Karakter dan cara hidup manusia mendapat pengaruh yang sangat besar dari lingkungan. Betapa saya pribadi memiliki pengalaman yang tidak baik bersebab berkumpul di lingkungan tidak baik, maka saya kian menyadari, bahwa lingkungan menjadi faktor penting dalam perkembangan hidup manusia. Sebagaimana nabi Muhammad waktu kecil harus disusui Ibunda Halimah di daerah pedalaman yang asri, terbebas dari berbagai jenis polusi. Begitulah Sekolah Alam Nurul Furqon tempat yang kami tinggali. Adalah lingkungan mahal yang pernah kami singgahi.

Ketiga, fasilitas. Kami mendapatkan fasilitas yang sangat luarbiasa. Kami bisa mengembangkan potensi masing-masing tanpa pernah takut dibatasi oleh fasilitas. Kami mendapat fasilitas belajar dengan diberi kesempatan mengajar. Saya bisa mengembangkan bakat musik dengan mengajar musik. Karena tanpa fasilitas mengajar musik kepada anak-anak, mungkin kemampuan musik saya akan stagnan, hanya sebagai pemain musik saja, hanya penikmat musik saja. Tetapi setelah saya mengajar musik, saya bisa menciptakan lagu, mengaransemen musik dari nol, dan membuat orang lain bisa memainkan alat musik. Dan ke depan, saya ingin berdakwah lewat lagu bersama dengan anak-anak binaan. Belum lagi fasilitas fisik lain yang tidak terhitung mahalnya. Seperti tempat tinggal, listrik, makan, mobil, dan lain sebagainya.

Tak hanya itu, kami juga diberi fasilitas untuk memperoleh uang dari hasil tangan sendiri. Kami diberi ladang untuk menanam, diberi hewan untuk dikembangbiakkan, diberi modal besar untuk membuka usaha-usaha yang menghasilkan uang. Setidaknya ada unit usaha yang sudah berjalan dan menghasilkan di Sekolah Alam Nurul Furqon, atau yang dikenal dengan Planet Nufo. Di bidang peternakan ada ternak domba, Sapi, Puyuh, dan Ayam. Di bidang pertanian ada sayur, jamur janggel, rumput, pisang. Dan di bidang jasa ada Loundry, Service komputer, Selecta food and drink, juga depot air minum yang sedang saya jalankan sampai hari ini. Dari usaha-usaha inilah guru-guru mendapatkan uang. Abah Nasih, pengasuh kami, menekankan ‘pemberdayaan’, bukan ‘penggendongan’. Dengan harapan, para guru memiliki mental juang dan benar-benar berkualitas guru, bukan berkualitas buruh. Ketika guru sudah berdaya, maka akan lebih mudah memberdayakan muridnya. Kalau guru bermental buruh, mental apa yang akan ditransfer kepada muridnya?

Dan fasilitas yang paling mahal adalah fasilitas pendidikan. Semua guru yang berada di Planet NUFO mendapatkan fasilitas beasiswa untuk melanjutkan belajar di jenjang yang lebih tinggi. Yaitu jenjang pascasarjana, sesuai dengan kesepakatan dan kesenangan guru tersebut. Bahkan ada yang sebentar lagi lulus S3.

Keempat, keluarga. Harta yang paling berharga adalah keluarga. Selain memiliki keluarga biologis di rumah, kami juga dipersaudarakan secara ideologis di Planet Nufo. Tak hanya sesama guru dengan guru yang lain, kami juga dikeluargakan dengan santri-murid yang ada di Sekolah Alam ini. Satu guru memegang 4-5 orang anak untuk dikelola seperti anak sendiri. Dari perihal kesehariannya, sampai dengan mengatur keuangannya.

Ketika para murid sudah dianggap seperti saudara sendiri, dijadikan seperti anak sendiri, orang tua mana yang ingin anaknya sengsara? Tentu ada dinamika dalam perjalanannya. Tetapi, anak menjadi perhiasan mata itu nyata adanya. Anak melakukan kesalahan, orang tua ikut sedih, ikut susah, ikut marah. Anak memperoleh keberhasilan, kebahagiaan dan kesenangan besar jualah yang dirasakan guru-guru sebagai orang tua.


“Assalamualaikum!” sapanya membuyarkan lamunanku yang terpaku di senyumnya.

Tak terasa dirinya sudah berada di hadapanku.

“Wa’alaikumussalaam. Wr. Wb.,” ia meraih tangan kananku dan mengecupnya dengan penuh haru.

Kamipun berpelukan. Lalu masuk ke dalam Rumah Sesek panggung berbentuk tabung, berdinding bilah bambu, dan beratap daun alang-alang yang disusun di pencu rumah berbentuk kerucut dengan penuh kehangatan.

Rumah Sesek, 4 Juli 2022.