Berdiri pada medio 2019, Pesantren-Sekolah Alam Nurul Furqon, atau yang dikenal dengan Planet NUFO, Mlagen, Pamotan, Rembang, langsung tancap gas dan konsisten menjadi lembaga pendidikan Islam untuk kaderisasi. Para santri-murid yang masuk di Planet NUFO langsung dibina secara super intensif dengan menggunakan sistem pendidikan semi privat, bahkan dalam konteks-konteks tertentu juga privat, menyesuaikan dengan bakat dan minat mereka. Pendiri dan pengasuhnya, Dr. Mohammad Nasih, M.Si. yang juga pengajar di Ilmu Politik FISIP UMJ memberikan perhatian yang sangat besar kepada Planet NUFO. Walaupun sudah dikelola oleh SDM pendidik yang berkualifikasi sebagai instruktur di organisasi HMI, tetapi lelaki yang akrab disapa oleh santri-muridnya dengan Abah Nasih atau Abana itu seolah tak pernah lelah bolak-balik Semarang-Rembang untuk bisa melihat dan mengajar langsung dinamika santri-murid di Planet NUFO. Bahkan sepekan bisa dua kali bapak lima anak ini bertandang ke NUFO.
Lalu apa perbedaan disain Planet NUFO dibandingkan dengan pesantren dan sekolah lain yang sudah ada? Berikut ini wawancara planetnufo.com dengan pengasuh Planet NUFO yang sewindu sebelum mendirikan NUFO telah mendirikan Rumah Perkaderan dan Tahfidh al-Qur’an Monasmuda Institute Semarang.
Planetnufo.com: “Abah Nasih, bisakah bercerita sedikit tentang apa sebenarnya imajinasi yang melatarbelakangi pendirian Planet NUFO, sedangkan sudah ada banyak lembaga pendidikan Islam, bahkan keluarga juga sudah punya pesantren al-Falah?”
Abana: “Saya ini anak desa yang untuk belajar, bergaul, berorganisasi, berpartai, dan lain-lain sampai ke ibu kota kecamatan, privinsi, sampai ibu kota negara, Jakarta. Di Jakarta selama belasan tahun, bergaul dengan para aktivis, elite politik, dan juga para pengusaha, sederhananya semua orang, mungkin yang saya tak akrab hanya presiden dan wakil presiden saja. Kalau teman menteri, ya, ada beberapa, kalau anggota DPR banyak sekali. Pengalaman itulah yang kemudian membuat saya terpanggil untuk membangun rumah perkaderan. Pada tahun 2011, sebenarnya saya rintis satu tahun sebelumnya, mendirikan Rumah Perkaderan dan Tahfidh al-Qur’an Monasmuda Institute Semarang. Dulunya Monash Institute Semarang. Ini karena para senior saya mendirikan institute, ada Akbar Tandjung Institute, Amien Rais Center, The Fatwa Center, maka boleh juga dong anak muda bikin institute. Maka saya bikin Mohammad Nasih Institute, atau Monash Institute itu. Tujuan besarnya tertulis di dalam logo Monash Institute Membangun Karakter Kepemimpinan Bangsa. Ini dipengaruhi oleh temuan dalam disertasi saya di Program S3 Ilmu Politik UI. Saya waktu itu baru saja lulus S3 tahun 2010. Jadi masih anget banget.”
Planetnufo.com: “Jadi apa sebenarnya yang Abana inginkan?”
Abana: “Saya ingin melahirkan kader-kader muda dengan kualitas lengkap untuk menjadi pemimpin yang bisa berkontribusi optimal bagi umat dan bangsa ini di masa depan. Inspirasinya ya sudah sering kit abaca dan dengar, sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. Kata Rasulullah kan demikian. Masalahnya adalah bagaimana caranya agar bisa bermanfaat optimal itu? Maka muncul trilogi: berilmu, berharta, berkuasa. Ilmu adalah basis dan juga bisa jadi sarana. Harta adalah sarana. Keduanya bisa menjadi sarana untuk menolong banyak orang. Nah, dengan kekuasaan, kita bisa bermanfaat bagi semua orang. Nah, untuk melahirkan SDM dengan kualitas itu, jalan paling strategis, ya, kaderisasi. Harus fokus, memastikan santri-santri jadi kader. Maka saya lebih memilih untuk melakukan kaderisasi.”
Planetnufo.com: “Apa perbedaan antara pesantren konvensional dengan pesantren kaderisasi?”
Abana: “Kita harus kembali kepada definisi. Kaderisasi berasal dari kata kader. Ini bahasa Perancis cadre. Artinya adalah kerangka, frame, atau figura. Makanya kita punya istilah figur. Seseorang bisa dianggap layak menjadi figur santri misalnya, kalau dia memenuhi kualifikasi tertentu, minimal memahami al-Qur’an dan hadits yang kemudian dia amalkan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Nah, Pesantren-Sekolah Alam Planet NUFO ini kami disain untuk melahirkan figur-figur dengan kualifikasi yang jelas. Yang multitalenta bisa kami kader untuk bisa memiliki ketiganya sekaligus. Yang tidak bisa ketiganya, minimal salah duanya, berilmu dan berharta. Kalau benar-benar tidak bisa, ya berilmu atau berharta yang dengan ilmu atau hartanya bersedia untuk mewakafkan dirinya untuk kepentingan banyak orang juga. Nah, agar bisa berkualifikasi demikian, I perlu pendidikan dan pelatihan yang benar-benar menyentuh kepada masing-masing person. Tidak bisa bersifat massal. Setiap santri-murid harus dipastikan memiliki disiplin dan skill yang khusus. Harus benar-benar diketahui, “hewan jenis apa” santri-murid kita ini. Kalau burung kita motivasi agar terbang, kalau ikan ya kita buatkan kolam, kalau tupai walaupun dia pandai melompat jangan pernah kita suruh terbang, dan seterusnya. Dengan kualitas yang jelas itu, mereka juga akan bisa diharapkan untuk melakukan proses yang sama kepada generasi berikutnya, sehingga terjadi keberlangsungan kaderisasi. Karena itulah, sistem mentoring di sini kami beru ruang yang luas.”
Planetnufo.com: “Wah, itu kan berat sekali. Seberapa siap sebenarnya Planet NUFO untuk melakukan kerja berat itu, Bah?”
Abana: “Ya pasti berat. Kalau tidak berat ya semua orang bisa. Tapi kan kita sudah mempersiapkan sejak awal. Semua guru di sini kan tidak hanya sekedar memiliki ilmu di bidang atau disiplinnya masing-masing, tetapi juga merupakan kader-kader HMI yang tidak hanya lulus basic training, tetapi sudah lulus LK II (intermediate training) dan bahkan hampir semuanya sudah lulus SC (Senior Course). Ilmu dari training terakhir inilah yang harus digunakan untuk mengkader para santri, sehingga bisa memiliki kualifikasi yang telah kami tetapkan. Dengan SDM pendidik yang juga telah berpengalaman dalam mengelola kaderisasi mahasiswa Islam, saya berani berharap bahwa mereka juga bisa mengkader santri-santri di Planet NUFO. Dengan memulai sejak dini, harapan saya semoga bisa terwujud lebih optimal. Kalau sebelumnya mengkader kaum muda yang sudah menjadi mahasiswa, sekarang sejak masih belia. Semoga hasilnya makin optimal, karena sudah diberi paradigma dan perlakuan yang tepat lebih dini. Tentu saja, kualitas SDM para santri ini juga sangat menentukan. Karena itu, kami selalu berusaha melihat dan mengidentifikasi apa sesungguhnya bakat minat mereka, lalu mengoptimalkannya.”
Planetnufo.com: “Kendala-kendala apa yang selama ini ditemui untuk melahirkan kader andalan?”
Abana: “Yang paling umum adalah perspektif orang tua. Sebab, pada umumnya orang tua masih menggunakan paradigma lama dalam memandang anak-anak mereka. Anak-anak masih dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan ambisi yang tidak tercapai yang dulu dimiliki oleh orang tua. Orang tua memaksakan cara yang mereka pernah lalui di masa lalunya, padahal situasi dan kondisi sudah berubah, sangat berbeda. Orang tua juga banyak terpengaruh oleh cara-cara lembaga pendidikan lain yang lebih suka menunjukkan formalitas dibanding subtansi. Dalam soal hafalan al-Qur’an saja misalnya, banyak orang tua yang membandingkan di tempat lain anak-anak yang seusia sudah wisuda, sementara mereka tidak mampu melakukan verifikasi kepada kualitas hafalan dan apalagi pemahaman anak-anak itu. Namun, kami ya santai saja. Kami tetap percaya diri bahwa jalan berbeda ini harus kami lalui sampai pada saatnya nanti akan terbukti. Namun, prinsip yang sampai saat ini kami pegang kuat adalah lembaga pendidikan kita selama ini salah paradigma dan metodologi. Itu terbukti dari ketertinggalan kita. Karena fakta inilah, kita harus berani melakukan revisi. Kalau tidak berani, ya selamanya akan begini.”
Planetnufo.com: “Apakah sudah terlihat indikator-indikator yang menunjukkan bahwa tujuan akan tercapai?”
Abana: “Saya sudah meluhatnya demikian. Walaupun belum sampai pada angka yang saya harapkan. Namun, angkanya sudah 10 kali lipat dibandingkan lembaga pendidikan yang dikelola secara konvensional, dengan kurikulum konvensional dan pendidik konvensional. Oh ya, gagasan-gagasan merdeka belajar, itu sudah kami jalankan sejak awal berdiri, sebelum pemerintah mengambil kebijakan. Itulah yang membuat kami makin yakin bahwa langkah yang kami tempuh memang jalan yang benar. Semoga saja memang demikian. Semoga Allah memberikan pertolongan, sehingga usaha dan do’a-do’a kami menjadi kenyataan. In syaa’a Allah.” (AH)