Di kalangan sebagian muslim Indonesia, afiliasi kepada ormas keislaman seringkali menjadi wacana yang mengemuka. Sebenarnya ini muncul karena ormas-ormas sering ditarik-tarik ke dalam perebutan kekuasaan politik. Kepentingan yang sebenarnya murni politik, tetapi dibungkus dengan wacana “corak” keislaman dengan berbagai isu yang dimunculkan. Perbedaan antara Muhammadiyah dan NU sebagai dua “ormas Islam gajah” di Indonesia sering mengemuka, dan di sebagian kalangan, seolah keduanya adalah “musuh” yang tidak mungkin dipertemukan dan didamaikan.
Celakanya, ini sering dimanfaatkan oleh pihak luar umat untuk menangguk keuntungan dalam meraih kekuasaan politik. Dalam sejarah, sebenarnya umat Islam memiliki pengalaman perseteruan antara dua suku besar di Yatsrib, yaitu Aus dan Khazraj dan selalu bertikai, dan pertikaian itu dimanfaatkan oleh Yahudi. Padahal sudah terbukti saat keduanya bersatu, golongan Yahudi ternyata tidak ada apa-apanya.
Nah, Planet NUFO, sebagai sebuah pesantren-sekolah alam yang kini sedang naik daun dengan kurikulumnya yang sejak awal berdiri sebelum ada program kurikulum merdeka yang dicanangkan oleh pemerintah, sudah merdeka, sering juga menghadapi pertanyaan tentang sebenarnya Muhammadiyah atau NU? Jika pertanyaan itu telah terjawab, maka pertanyaan pun bisa beralih tentang sebenarnya apa afiliasi kepartaiannya?
Untuk lebih jelas apa sesungguhnya Planet NUFO, berikut ini hasil wawancara mendalam planetnufo.com dengan pendiri Planet NUFO Abana Dr. Mohammad Nasih, M.Si., atau sering disapai Abana saja, atau Abah Nasih.
Planetnufo.com: “Bah, Planet NUFO sekarang kan makin ramai. Santrinya datang dari berbagai penjuru Nusantara, bahkan sudah ada yang dari luar negeri. Aktivitasnya juga sudah mulai dirasakan masyarakat sekitar. Makin banyak dibicarakan. Dan banyak yang penasaran, sebenarnya Planet NUFO ini Muhammadiyah atau NU?”
Abana: “Kenapa kok pertanyaannya jadi tidak nyambung dengan pernyataan awal? Hahaha. Tapi tidak masalah itu. Memang urusan tentang Muhammadiyah dan NU dalam masyarakat kita ini seringkali jadi persoalan yang seolah-olah ibarat Tom and Jerry. Mestinya itu tidak perlu terjadi. Kalau Muhammadiyah dan NU bersatu, sudah terbukti, dalam konstalasi apa pun, umat Islam di Indonesia ini menjadi berjaya. Lihat saja, ketika keduanya bersatu dalam Masyumi, partai ini sangat diperhitungkan. Mau bukti lagi? Ketika awal reformasi, Muhammadiyah dan NU bersama, dengan kebersamaan PAN dan PKB dalam poros tengah, Gus Dur yang mantan Ketua Umum PBNU jadi Presiden RI, Pak Amien Rais yang mantan Ketua Umum PP. Muhammadiyah jadi Ketua MPR RI, dan Bang Akbar Tandjung yang mantan Ketua Umum PB. HMI jadi Ketua DPR RI. Namun, ketika entitas-entitas Islam ini berseturu, capaiannya jadi menurun. Drastis sekali. Dan sekarang ini makin kita rasakan.”
Planetnufo.com: “Bah, jadi kita ini Muhammadiyah atau NU?”
Abana: “Sebentar, kalian ini mesti sabar sedikit. Agar yang membaca hasil wawancara kalian ini mengerti persoalannya. Bukan asal Muhammadiyah NU saja. Hahaha. Sudah jelas ya bahwa di dalam sejarah politik Indonesia, kebersamaan Muhammadiyah dan NU itu sangat penting artinya. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Bercerai kita kalah. Begitu mungkin yang lebih pas. Nah, saya prihatin melihat situasi dan kondisi ini. Kenapa kita memilih kalah, padahal kita ini bisa menang dengan cara yang benar, dan memiliki nilai-nilai yang layak untuk diperjuangkan untuk membangun Indonesia yang lebih baik? Maka saya kemudian memilih untuk mendirikan Planet NUFO ini, tanpa ada embel-embel Muhammadiyah, NU, atau yang lainnya. Planet NUFO ini pesantren dan sekolah alam yang berbasis Islam. Titik. Tanpa koma dan lanjutan.”
Planetnufo.com: “Tanpa koma dan lanjutan bagaimana maksudnya, Bah?”
Abana: “Kalau ada koma dan lanjutannya ya bisa Islam, Islam Muhammadiyah, Islam NU, atau yang lain-lain. Pokoknya Islam saja. Soal cara ibadah, mu’amalah, siyasah, dan aspek-aspek lainnya, kami terus menggali pemahaman dari al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad, dan juga referensi-referensi yang telah ditulis oleh para ulama’ muslim, bahkan yang ilmuwan non-muslim sekalipun yang menyajikan informasi yang objektif. Kami tidak pernah alergi hikmah itu muncul dari mana pun. Para pengasuh, ustadz/ah, dan guru di sini sudah sepakat untuk menjalankan yang disampaikan oleh Imam Ali, ambillah hikmah dan jangan pedulikan dari mana ia ditemukan. Kata pepatah Betawi, walaupun keluar dari dubur ayam, kalau itu telur, ambil. Rebus atau goreng, bisa untuk menu makan dan menguatkan tenaga.”
Planetnufo.com: “Baiklah. Tapi bagi sebagian orang mungkin penting juga, sebenarnya para pendiri dan pengajar di Planet NUFO ini, Muhamamdiyah atau NU?”
Abana: “Wah pertanyaan kalian ini masih ke sana lagi. Tapi baiklah, jika memang itu dianggap sangat penting. Saya, yang menjadi pendiri yang masih ada, lahir dalam keluarga yang “sangat NU”. Saat kuliah semester-semester awal, saya ini bisa dikatakan masih sangat fanatik NU. Kalian tahu sendiri, desa saya, Mlagen ini, kalau ada 10 orang yang kalian temui lalu kalian tanya NU atau Muhammadiyah, maka 11 orang dari 10 orang itu adalah NU. Pakai banget. Hahaha. Dan tulisan NU lengkap dengan “Nahdlatul Ulama’” juga bisa kalian temukan di dinding rumah orang tua saya, itu di Pesantren al-Falah. Di bagian depan. Nanti kalian datangi dan kalian foto saja. Hahaha. Nah, bagaimana ceritanya saya jadi Muhammadiyah?”
Planetnufo.com: “Nah, ini menarik, Bah. Perlu diceritakan secara detil ini”.
Abana: “Baiklah. Ketika saya kuliah, saya sangat bersemangat ingin menjadi aktivis mahasiswa. Dan saya ingin menjadi aktivis mahasiswa di organisasi yang bisa mengantarkan saya menjadi aktivis Ansor. Sebab, yang saya tuh, di kaca depan rumah saya ada logo Ansor tertempel dan bapak saya kan komunitasnya kiai dan santri yang Ansor-NU. Bapak saya ini di antara role model penting saya. Maka saya cari itu. Kata senior-senior yang sudah kuliah terlebih dulu, kalau bacaan saya waktu itu tentang gerakan mahasiswa kan belum ada, maklumlah orang kampung. Waktu SMU dan mondok, saya lebih banyak baca kitab tafsir, fikih, dan beberapa tasawuf. Dari mereka, saya dapat info, organisasi mahasiswa NU adalah PMII. Kalau Muhammadiyah HMI. Nah, saya cari info. Pas pada saat itu ada dialog bersama HMI, PMII, dan IMM UNNES. Saya datang. Di situ saya tahu, bahwa ternyata informasi yang saya terima salah. Ternyata underbow Muhammadiyah adalah IMM. HMI adalah organisasi independent. Dan saya lihat, para aktivis HMI lebih progresif. Maka saya pilih HMI. Singkat kata, saya ikut perkaderannya dan menjalani aktivisme di HMI, mulai dari komisariat sampai PB HMI.”
Planetnufo.com: “Mana bagian cerita jadi Muhammadiyah untuk pertama kalinya, Bah?”
Abana: “Oh iya. Saya kuliah juga di IAIN Jurusan Tafsir Hadits. Jadi, ceritanya IPK saya di Jurusan Fisika ini tidak sampai pada syarat untuk kuliah S2. Padahal saya bertekad untuk studi setinggi-tingginya. IPK saya hanya 2,5. Yang paling tinggi di angkatan saya saat itu juga hanya 2,7. Sementara untuk studi S2, saya baca harus 2,75. Maka saya putuskan untuk kuliah di jurusan yang saya kuliah sambil tidur pun jadi lulusan terbaik. Pilihannya tentu saja tidak lain adalah tafsir dan hadits. Kan saya sudah menggeluti ini sejak kecil, sejak di rumah di bawah bimbingan bapak saya. Dan ternyata itu benar. Hahaha. Jadi pamer malah. Nah, di IAIN Semarang ini dinamika yang keras terjadi antara PMII dan HMI. IMM kalau sangat minoritas, tidak signifikan. Intinya kalau tidak PMII dianggap tidak NU. Saya jadi korbannya ini. Hahaha. Jadi dianggap tidak NU. Karena dianggap tidak NU, ya sudah. Terlanjur basah, nyebur sekalian. Kebetulan waktu itu saya ketemu dengan Pak Tafsir, sekarang Ketua PW Muhammadiyah Jawa Tengah, dan diajak untuk menjadi pengurus Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah. Pak Tafsir waktu itu Sekum PW PM. Saya iyakan saja. Itulah pertama kali saya menjadi Muhammadiyah secara struktural. Hahaha.”
Planetnufo.com: “Kalau kultural?”
Abana: “Kalau kultural, berarti kan di rumah. Kalau di rumah, amaliyah ibadah seringkali dipaksa jadi NU. Shalat shubuhnya pakai qunut. Di rumah saya ada haul untuk bapak saya dengan pengajian besar. Kalau saya di rumah kan pasti jadi imam shalat di mushalla depan rumah. Ibu saya pasti berpesan khusus “ojo lali qunut, jangan lupa qunut”. Sebab, kalau saya tidak qunut, kata ibu saya, ada jama’ah yang mengulang shalatnya di rumah. Hahaha. Sampai kemudian saya benar-benar studi lanjut di Jakarta, di Pascasarjana Ilmu Politik UI. Ketika di Jakarta, Mas Mu’ti, sekarang Sekjend PP. Muhammadiyah, waktu itu Ketua Umum PP. Pemuda Muhammadiyah, menelpon saya, karena sesama aktivis dari Semarang, menawari masuk di PP. Pemuda Muhammadiyah. Saya iyakan. Tahun 2005 saya bersentuhan dengan PAN, karena menjadi staff ahli Fraksi PAN DPR RI bidang politik. Kemudian mengajar di UI tahun 2008, dan karena saya berpolitik, saya mencari kampus yang memungkinkan untuk itu. Apalagi kalau bukan UMJ. Saya kemudian mengajar Ilmu Politik di FISIP UMJ sampai sekarang. Tapi apakah karena saya Muhammadiyah, kemudian Planet NUFO jadi Muhammadiyah?”
Planetnufo.com: “Nah, itu dia. Ini yang jadi pertanyaan banyak orang. Mesti dijawab dengan jelas ini, Bah.”
Abana: “Planet NUFO ini sebenarnya hanya lanjutan saja dari aktivitas kaderisasi secara pribadi dan bertujuan intensifikasi yang saya jalani sejak tahun 2010. Tahun 2009 kan saya menikah dan istri saya tinggal di Semarang, studi lanjut spesialis anak di FK. Undip. Karena studi itu, saya sering ditinggal. Dia pergi pagi pulang malam. Nganggur saya. Di rumah bengong kan nggak betah. Saya sudah baca, nulis, lalu pelihara lele di belakang rumah. Rasanya masih ada yang kurang. Maka saya kumpulkan para pimpinan aktivis HMI untuk saya ajari nulis. Saya ngontrak rumah khusus untuk itu di samping kantor HMI Korkom Walisongo. Ternyata hasilnya signifikan. Beberapa di antara mereka bisa menulis di media. Karena itu, saya kemudian berinisiatif mendirikan Rumah Perkaderan dan Tahfidh al-Qur’an. Saya rekrut anak-anak lulusan SMU yang menonjol. Hasilnya makin menyenangkan. Anak-anak ini kan punya latar belakang yang beragam. Tapi bisa dikatakan 75 persennya adalah anak-anak dari keluarga NU. Dan sebagian dari mereka itulah yang kini bersama dengan saya menjadi ustadz/ah di Planet NUFO. Ada namanya ustadz Suud, setelah lulus S1 dari IAIN kemudian studi lanjut di Shanghai, dan di sana di jadi Katib Syuriah NU PCI Tiongkok. Sampai sekarang jadi Wakil Rais Syuriah NU PCI Tiongkok. Dia saya minta untuk jadi pengasuh harian di Planet NUFO dan menjadi pemimpin NUFO Farm. Dia pelihara domba, pernah sampai ratusan jumlahnya, bersama dengan santri-santri dan mentor di sana. Kemudian, Kepala SMP NUFO, Ustadz Rozaq itu berasal dari keluarga Sarekat Islam. Bukan Muhammadiyah bukan NU. Dia jadi kepala sekolah memang karena kompetensinya. Bukan pertimbangan yang macam-macam. Jadi sudah jelas kan?”.
Planetnufo.com: “Soal amaliyah ibadah di Planet NUFO bagaimana?”.
Abana: “Begini lo. Soal amaliah ibadah antara Muhamamdiyah, NU, dan lain-lain itu sebenarnya kan berbeda hanya seputar qunut dan jumlah raka’at shalat Tarawih saja kan. Kita ini yang penting shalat Shubuh. Tidak shalat tarawih kan juga tidak dosa. Yang dosa itu adalah karena beda jumlah raka’at shalat tarawih kita jadi berantem. Jadi, kalau yang jadi imam saya, ya tidak pakai qunut. Kalau tidak ada saya, yang jadi imam bisa saja Ustadz Suud, ya pakai qunut. Bahkan kalau saya kadang-kadang rakaat pertama basmalah jahr, yang kedua sirr. Tujuan saya sederhana saja, agar para santri di Planet NUFO ini berwawasan terbuka. Nanti kalau urusan qunut tak qunut, baca basmalah keras atau pelan jadi persoalan, kalau nanti haji, bisa mengulang shalat terus. Di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabawi kan tidak ada qunut Shubuh dan tidak ada basmalah jahr. Para santri ini harus kita biasakan mulai dari sekarang. Biar mereka tidak shock nanti. Untuk urusan yang lain, misalnya penentuan hari besar, kami punya ahlinya sendiri. Kalau Muhammadiyah dan NU berbeda, kami memilih di antara keduanya yang menggunakan metode yang kami pandang lebih saintifik. Seperti Idul Adlha kemarin, kami pilih tanggal 9 Juli, bukan 10 Juli. Sebab, berdasarkan musyawarah kami bersama dengan ustadz/ah yang memiliki disiplin falak, memang tanggal 9. Kalau kami memilih bukan berdasarkan sains dan teknologi, bisa diketawain anak-anak yang setiap acara meneriakkan bait lagu “kuasai sains dan teknologi, tanda kebenaran firman Ilahi”.”
Planetnufo.com: “Jadi Muhammadiyah dan NU diberi perhatian yang sama ya di Planet NUFO ya, Bah?”
Abana: “Itu pasti. Dan kami bertekad ingin menjadi miniatur umat Islam Indonesia yang bisa tidak hanya bekerjasama, tetapi juga sinergi. Sebab, sebagaimana telah saya sebutkan di atas, kalau Muhammadiyah, NU, HMI, dan lain-lain bersatu, maka kejayaan kita dapat raih. Jika berjalan sendiri-sendiri, maka umat ini menjadi penonton. Ini tekad saya, tekad kami semua di Planet NUFO ini. In syaa’a Allah. Semoga Allah meridlai.” (AH).